Sekarang, saya sedang senang mendengarkan easy listening dari penyanyi Turki, terutama sekali lagu-lagu dari Oom Bülent Ortaçgil (yang bisa disamakan dengan Oom Ebiet G. Ade) dan Mbak Jehan Barbur (yang bisa disamakan dengan.. ah entah, saya agak susah nyari ekuivalen dari simbak satu ini).
Ada satu lagu yang saya amat suka dari Oom Bülent, judulnya “Jiwaku yang Tak Perih Lagi”. Tambah istimewanya, lagu ini dinyanyikan oleh Oom Bülent dan Mbak Jehan bersama-sama. Sila dengarkan:
Teruntuk versi solo Oom Bülent (lebih bagus daripada duet-nya, menurut saya):
Terjemah lirik:
Aku terduduk di tepian pantai
Tepat sekali menghadap bebatuan
Kulemparkan kerikil dihadapanku ke luasnya lautan
Sekarang udara begitu dingin
Semakin mendekat musim gugur
Masih teringat, terkenang musim panas lalu
Tak lagi perih jiwaku
Sebab kapten tak lagi melaut
Karena angin-angin yang ia takutkan kah?
Karena dirikukah?
Karena hal yang lainkah?
Tak hendak diriku bicara
Atau mengumpat ke sekitarku
Aku tahu tanganku sedang terikat
Hidup menjelaskan segalanya
Namun juga memburamkan wajah-wajah itu
Ini semua terjadi
Dalam perang waktu dan zaman yang tak henti
Tak lagi perih jiwaku
Sebab kapten tak lagi melaut
Karena luka-luka yang tak sembuhkah?
Karena dirikukah?
Karena hal yang lainkah?
Diakah sebelum dia?
Atau kamukah setelah dia?
Romansaku menjadi drama..
Aku terturut penyakit-penyakitku..
Semakin kesini, semakin serupa diriku dengan ayahku..
Jalan-jalanku makin terlihat tak jelas..
Tak lagi perih jiwaku
Sebab kapten tak lagi melaut
Karena angin-angin yang tak aman kah?
Karena dirikukah?
Karena hal yang lainkah?
Angkat sauhnya!
Bentangkan layarnya!
Ayo angkat sauhnya!
Hey!
Ayo yallah*!
*Yallah: Mari berangkat, dari bahasa Arab
Bukan, lagu ini bukan lagu tentang kekecewaan, bukan lagu tentang kesedihan. Lagu ini bercerita tentang orang yang lelah akan kehidupan, namun tak berhenti berjalan menghadapi segala macam ketidakpastiannya. Seorang yang sedang berbicara pada dirinya, tentang tantangan hidup yang tak henti. Sang kapten, atau diri itu, yang ragu perlukah mengarungi sekali lagi lautan kehidupan, setelah beristirahat di pelabuhan tujuan dan bertemu dengan hal-hal yang tak ia senangi di perjalanan sebelumnya. Namun, tanpa hati yang terluka, tanpa drama kehidupan, tanpa diri yang dihempas angin ketidakpastian nan menakutkan, hidup ini tak akan jadi kehidupan. Ya, kehidupan.
Sang kapten, atau diri itu, tak gentar dan lanjutkan perjalanannya. Meninggalkan segala keluhan-keluhannya di pelabuhan…membentangkan lagi layar dan mengangkat sauhnya, menuju tujuan-tujuan dan tantangan-tantangan baru..
Benar, karena ia manusia.