Cerita tentang Mantan Rektor Kampus Saya

Malam ini saya sedang iseng browsing, seperti biasa, dan tiba-tiba menemukan satu hal menarik.

Saya ingat sekali dulu saat mengambil kelas Politik di Asia Tengah dan Kaukasus, dosen pengampu banyak sekali membahas soal keragaman etnik di wilayah tersebut. Salah satu etnik yang dibahas adalah etnik Cherkesia yang berasal dari Kaukasus Selatan. Saat membahas etnik Cherkesia ini dosen saya mengatakan, “Kalian sadar nggak satu fakta menarik? Salah satu dosen emeritus dari fakultas kita yang juga mantan rektor universitas kita adalah orang asli Cherkes. Lebih dari itu dia punya darah biru dan juga bergelar pangeran. Sampai-sampai karena gelar pangeran itu, beliau tidak bisa menikah karena harus menikah dengan sesama darah biru dari etnis Cherkes.”

Nah, saat saya sedang browsing, saya teringat kembali cerita dosen saya ini tentang mantan rektor tersebut. Saya jadi semakin penasaran dengan sosok satu ini, dan kemudian mencoba untuk googling lebih lanjut untuk mencari cerita-cerita lain tentang mantan rektor ini. Akhirnya, ketika saya mengecek portal ekşisözlük (sejenis urban dictionary), saya menemukan beberapa komentar dan cerita menarik tentang beliau. Ada yang berkomentar tentang intelektualitas beliau, tentang kebijakan beliau yang otoriter dan tak masuk akal di kampus, sampai cerita tentang beliau yang sering terlihat di stasiun kereta api Eskişehir setiap malam. Cerita yang terakhir ini diceritakan oleh seorang pemuda yang pernah berkuliah di Eskişehir (tapi di kampus sebelah, bukan kampus saya, kalau kuliah di kampus saya pasti dia paham siapa rektornya, hehe). Cerita yang amat menarik menurut saya, dan saya ingin membagikannya ke teman-teman.

“Saat itu sekitar 2007-2008, aku nggak ingat pasti tanggalnya. Waktu itu aku masih kuliah di Eskişehir. Supaya rada beda dan berasa petualangan sedikit, aku dan seorang kereta pulang kampung pake kereta. Jam udah malam, tiket udah dibeli dan kami pergi ke stasiun kereta (….) Tiba-tiba datang seorang gendut dan pendek di samping kami. Dia basa-basi nanya kami lagi ngapain dan mau kemana, ya kami jawab biasa aja (….) Memang orang ini ngobrolnya asik dan enak, nggak sadar kami ngobrol lama dengan dia. Entah hal apa aja yang kami obrolin dengan orang ini, dan orangnya jujur sekali. Waktu kami ngobrol soal kereta Ekspres Timur yang terkenal bau dan kami berharap malam itu tak akan naik kereta itu, dia bilang kalau orang-orang daerah Timur memang nggak terlalu peduli soal kebersihan. Nah setelah itu, dia nanya ke kami, “menurut kalian saya kerja apa?” Aku sendiri nebak dia semacam konsultan / manajer, temenku nebak kalau dia tentara yang pangkatnya udah lumayan lah. (…) Lalu dia jawab, “aku kerja di Universitas Osmangazi. Namaku Fazıl Tekin.” Wah keren banget, kita respon begitu. Waktu kereta kami datang, kami pamitan dengan orang ini, dan orang ini bilang, “Kapan-kapan minum teh-lah bareng saya..”.

Waktu itu aku ga nyadar orang itu siapa. Ga tau kalau ternyata orang itu sebenarnya rektor. Akhirnya setelah pulang kampung berapa lama aku balik lagi ke Eskişehir, dan cerita hal ini ke kakak kelasku. Waktu ngobrol dengan kakak kelas inilah aku baru nyadar kalau orang yang aku ajak obrol itu ternyata rektor, sial emang. Aku salah bersikap sama orang satu ini, pikirku… tapi ya sudahlah..

Eh, ada satu hal yang buat aku penasaran sebenarnya, kenapa orang penting semacam beliau yang menjabat rektor itu malam-malam ada di stasiun kereta? Apa yang dicari ya? Dan ceritanya bener-bener bikin kaget: Rektor ini dulu cinta sama seorang gadis, entah dari Serbia atau Bulgaria, udah sejak lama banget. Nah ketika udah masuk urusan keluarga, nggak kesampean dan akhirnya nggak bisa nikah sama sekali. Waktu mau misah di stasiun Eskişehir, pak rektor ini (yang waktu itu masih muda) bilang ‘aku akan selalu nunggu kamu’. Dan si cewek juga udah janji bakal balik lagi ke Eskişehir. Tahun telah berlalu, namun bapak rektor yang pendek namun berhati luar biasa ini selalu kembali ke stasiun kereta setiap hari setiap malam, cuma untuk menunggu cewek tersebut. Padahal, cewek itu sendiri udah meninggal sejak kapan. Walaupun begitu, pak rektor selalu pergi ke stasiun. Ya begitulah.

Bapak rektor sendiri tak pernah menikah, dan tak pernah melupakan gadis ini..

(…)”

Tinggalkan komentar